Habis dari sini, kita langsung ke PRJ-nya Garut, yuk!
Hari itu, awal Oktober yang cerah, tetapi sudah terasa panas – padahal matahari belum lama meninggalkan peraduannya. Pukul sembilan pagi, saya dan empat sahabat berjanji temu di sebuah restoran mi pedas yang baru buka, sebelum melangkah ke Garut Ramayana Fair di kawasan Ciplaz, tak jauh dari sana.
Belakangan ini, Garut seperti sedang demam mi pedas. Dalam waktu hampir bersamaan, tiga tempat baru bermunculan. Seperti biasa, warga kota kami selalu siap mengular demi event akbar – bagi kami, grand opening tempat makan adalah sesuatu yang besar.
Bukan pick me, tetapi saya terlalu lelah menghadapi situasi jengah itu. Jadi, saya lebih memilih membiarkan hype tersebut memudar, sebelum akhirnya mencicipi kuliner tenar dengan tenang.
Saat antusiasme baraya mulai menurun, barulah saya turun gunung. Pagi itu, kami memesan menu promo – pedasnya tak bisa di atur, tetapi katanya tidak membuat riasan luntur. Lagipula, perut yang belum sarapan tak perlu terlalu menantang tegur sang lambung.
Setelah semua pesanan tandas, kami keluar dengan langkah bebas, menyusuri trotoar menuju Garut Ramayana Fair. Dari kejauhan, spanduk warna-warni dan suara meriah sudah terdengar, seolah memanggil siapa pun yang rindu suasana pekan raya di ibu kota.
Memasuki Riuhnya Garut Ramayana Fair
Masih teringat jelas dalam memori, masa ketika televisi menjadi sahabat sejati. Kala itu, sesi pariwara kerap menayangkan kemeriahan Pekan Raya Jakarta yang berlangsung setiap Juni hingga Juli. Sebagai anak dari kota kecil yang jauh dari ibu kota, saya hanya bisi memimpikan untuk masuk ke dunia itu – dunia yang ramai, gemerlap, dan terasa begitu jauh.
Tahun demi tahun berganti. Saya tak lagi melihat cuplikan PRJ di layar kaca – entah karena sudah jarang menonton atau memang iklannya tak lagi ada. Hingga acara itu berganti nama menjadi Jakarta Fair, saya tetap belum pernah menjejakkan kaki di sana.
Akan tetapi, potongan impian masa lalu itu tiba-tiba menjelma, meski dalam wujud yang tak sepenuhnya serupa. Sejak pertengahan September, kabar tentang hadirnya acara mirip Pekan Raya Jakarta di Garut mulai berembus pelan. Bagi saya, ini seperti hadiah gokil dari masa kecil.
Teriknya matahari tak mampu meredam antusiasme baraya di hari kedua pekan raya. Memang, Garut Ramayana Fair tak sebesar Jakarta Fair, tetapi cukup untuk menghidupkan pelataran Ramayana di Ciplaz Garut.
Suara-suara bersahutan dari stand yang berjajar rapi. Dari pintu masuk, pengunjung bisa memilih – belok kiri atau kanan. Saya dan teman-teman maju beberapa langkah, berdiskusi sebentar, lalu sepakat menuju deretan stand pakaian terlebih dahulu. Mayoritas stand menawarkan dua hal paling menggoda: snack dan fesyen.
Jejak Langkah di Tengah Gempita Pekan Raya
Pemberhentian pertama kami adalah stand merek busana yang cukup terkenal. Saya sempat takjub melihat kemeja dan sepatu dibanderol sekitar seratus ribuan – biasanya, merk itu memasang harga lumayan tinggi.
Saya tidak terbiasa melihat-lihat tanpa niat membeli. Jadi, kali ini saya memilih larut dalam suasana sekitar, membiarkan sahabat-sahabat memeriksa tumpukan baju di sana. Di tengah keramaian, saya mendengar suara-suara bisu dari masa lalu – masa ketika saya hanya bisa mengangankan hal seperti ini.
Sambil berkeliling, kami sesekali mengabadikan momen – tentu ini hal terpenting. Meski pada akhirnya kami sedikit pening karena tak banyak hasil jepretan yang layak dipamerkan. Tak satu pun di antara kami membawa tripod, jadi agak repot mencari sudut terbaik untuk potret berlima yang pantas diunggah ke media sosial.
Dari segenap gempita yang tercipta, keberadaan snack jumbo tampak jadi juaranya – sama seperti halnya di pekan raya ibu kota. Baraya gembira menenteng berbagai merek camilan dalam ukuran raksasa, kebanyakan bahkan dijadikan semacam tas gendong. Terlebih, kemasannya lucu-lucu, membuat siapa pun ingin membawanya pulang meski belum tentu lapar.
Selain fesyen dan chiki yang mendominasi, stand makanan dan minuman juga tak kalah menggoda. Dari aroma sosis yang memenuhi udara hingga minuman warna-warni pelepas dahaga, semuanya berpadu menambah riuh suasana. Rasanya, kalau tadi tak lebih dulu menyantap mi pedas, mungkin kami sudah banyak jajan.
Tak terasa waktu melesat cepat. Matahari kian menyengat, kerumunan makin padat, dan jam hampir menunjukkan setengah satu siang – tanda saya harus segera pulang menjemput si bungsu di TK. Dengan hati berat, saya pamit lebih dulu dan meninggalkan hingar-bingar Garut Ramayana Fair dengan segenggam kenangan baru.
Semarak Rangkaian Acara Pekan Raya ala Garut Ramayana Fair
Tak hanya bazar dan hiburan, Garut Ramayana Fair pun menggelar beragam acara seru. Sejak 30 September hingga 2 November, baraya bisa ikut berpartisipasi dalam Ramayana Model Hunt. Ajang pencarian bakat ini terbuka untuk semua, baik laki-laki maupun perempuan. Rentang usianya pun luas – mulai dari SD, SMP, SMA, mahasiswa, hingga umum.
Bagi si Merak alias pencinta pedas, tersedia juga tantangan bertajuk Huhah Challenge – adu nyali, adu pedas – yang berlangsung pada 19 Oktober. Baraya yang berminat dapat mendaftarkan diri pada 4–18 Oktober. Gaga menyiapkan hadiah senilai tujuh ratus lima puluh ribu rupiah bagi juara pertama.
Suasana makin semarak dengan hadirnya Garut Talent Competition. Seperti halnya acara pencarian bakat di televisi, para peserta berkompetisi satu sama lain dengan menunjukkan kebolehan – menari, menyanyi, dan sebagainya. Babak grand final digelar di Atrium Ciplaz Garut pada 19 Oktober.
Selain itu, baraya bisa menikmati Bazar UMKM, Festival Kuliner, Wahana Permainan, Games Seru, dan Pasar Malam. Tak ketinggalan, penampilan para artis nasional – Daffa Wardhana, Fadhila Intan, dan Faqih Alaydrus – dalam Meet and Greet cast film Air Mata di Ujung Sajadah 2 yang menambah gempita Garut Ramayana Fair.
Masih ada juga Cardinal Fest yang menghadirkan Manusia Aksara sebagai bintang tamu. Untuk informasi lebih lengkap dan jadwal acara lainnya, langsung meluncur ke akun resmi Instagramnya, ya.
Dari Pekan Raya, Tentang Sebuah Perayaan Hidup
Di antara tawa dan sorak, saya tersadar bahwa hidup pun berjalan dengan waktunya sendiri – selalu ada ramai dan sunyi, tetapi setiap tarikan napasnya pantas disyukuri. Satu kesempatan hidup adalah satu perayaan akbar, yang nikmatnya tak kan pernah tertakar.
Menatap stand-stand UMKM berdiri mantap bersisian dengan merek nasional membuat percikan bangga memenuhi dada – ternyata Garut pun bisa semarak tanpa membuat jiwanya terserak. Ia tetap menjadi kota kecil yang menjunjung budaya, tetapi terbuka pada cahaya lain – yang justru membuatnya kian kaya.
Garut Ramayana Fair memang tak sepenuhnya sama dengan pekan raya di ibu kota. Namun, kehadirannya cukup untuk mengobati kerinduan masa lalu yang sekian lama bersemayam. Kini, acara ini mungkin segera berakhir, tetapi tidak dengan keceriaan yang telah terukir.
Referensi: https://www.instagram.com/ramayanaciplazgarut
Posting Komentar
Posting Komentar